http://www.komisiGRATIS.com/?id=musTD

ayo gabung.. nggak nyesel... kan ndak bayar...

Rabu, 03 November 2010

10 Masalah Dalam Dampak Bagi Keluarga





1.) KIAT MENDENGAR AKTIF BAGI ORANG TUA AGAR DAPAT MEMAHAMI DAN MEMBANTU ANAK REMAJANYA DALAM KESPRO

Saat ni banyak orang tua yang telah menyadarinya akan pentingnya masalah Kesehatan Reproduksi Remain (KRR). Namun dilain pihak niasih banyak ortu yang belum berani membicarakan masalah KRR dengan anak relnajanya secara terbuka, karena merasa masih beluni waktunya clan sebagian nienganggap suatu hal yang tabu. Hal ni dimungkinkan karena beberapa faktor, diantaranya kurangnya pengetahuan orang tua tentang KRR dan kurangnya ketrampilan orang tua dalain mendengar aktif dan mendiskusikan rnasalah KRR dengan anak reniajanya.


2.) KAJIAN MENGENAI KONDISI PSIKOSOSIAL ANAK YANG DIBESARKAN DI PANTI ASUHAN

            Secara alamiah, anak diasuh dan dibesarkan dalam suatu keluarga yang memiliki orang tua lengkap sebagai pengasuh utama yang menyediakan berbagai sarana dan dukungan bagi perkembangan anak. Kematian orang tua merupakan salah satu kondisi utama yang yan.g memungkinkan anak pada akhirnya ditempatkan di luar keluarga aslinya salah satunya di panti asuhan. Namun demikian, bentuk pelembagaan dari pengasuhan anak ini tidak terlepas dari resiko terhadap perkembangan anak. Salah satunya yang banyak diangkatkan adalah dari segi kelekatan (attachment) anak dengan pengasuhnya yang menjadi dasar bagi perkembangan psikologis anak selanjutnya. Selain itu, pengalaman perpisahan anak dengan pengasuhnya serta tingkat kematangan anak dalammemahami perpisahan dengan pengasuh utamanya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi anak untuk dapat beradaptasi dengan penempatannya di panti pengasuhan ini.
Pemisahan anak dari lingkungan asuhnya dapat menimbulkan tekanan akibat perubahan situasi hidup yang bersumber dari:
Pengalaman kehilangan figur dekat
Situasi baru dan atau tak dikenali
Tak dapat memperkirakan apa yang akan dihadapi selanjutnya
Perubahan kebiasaan
Terpisah dari “secure base

3.) Membantu Anak dan Keluarga yang Berkebutuhan Khusus: Sebuah Pendekatan Berorientasi Sumber

Bentuk “Pergeseran Paradigma”
            Pemikiran-pemikiran sekarang ini mengenai bagaimana cara yang terbaik untuk membantu anak dan remaja beserta keluarganya telah mengalami perubahan yang signifikan, khususnya jika dibandingkan dengan pemikiran dan asumsi yang telah diterima sebelumnya. Perubahan ini disebut sebagai sebuah “pergeseran paradigma”, walau apakah kita dapat mendeskripsikan seperti itu mungkin masih merupakan perdebatan. Namun demikian kita memang sedang mengalami sebuah perubahan dalam asumsi kita mengenai bagaimana cara terbaik untuk meningkatkan perkembangan anak dalam hal kesadaran diri dan kemampuannya, sebuah perubahan yang melibatkan perubahan radikal dalam cara pandang dan menghasilkan perubahan cara berpikir dan bertindak. Namun perubahan seperti ini perlu waktu. Ini merupakan proses revolusi ke arah cara berpikir baru yang radikal mengenai bagaimana kita dapat meningkatkan penghargaan diri pada orang tua dan anak, dan penemuan sumber kekuatan dan kesempatan yang mereka miliki untuk berkembang. Keyakinan tradisional dan praktek professional ditantang di sini. Karena perubahan ini menyentuh inti pemahaman kita secara mendalam mengenai bagaimanakita dapat membantu anak dan orang tua, keyakinan tradisional dan praktek para profesional ditantang di sini. Kita dapat melihat proses evolusioner ini melalui tiga perspektif tentang layanan bagi anak dan keluarga yang berkebutuhan khusus. Pertama, dengan mempertimbangkan perubahan dalam filosofi, sikap dan praktekprofesional. Kedua, dengan mempertimbangkan perkembangan filosofis dan konseptual yang tercermin dalam literatur akademik. Dan ketiga, dengan mempertimbangkan dampak dari pengakuan atas kebutuhan psikososial anak serta peran orang tua dan guru dalam perkembangan dan pembelajaran anak.

4.) KAJIAN MENGENAI KONDISI PSIKOSOSIAL ANAK YANG DIBESARKAN DI PANTI ASUHAN

Secara alamiah, anak diasuh dan dibesarkan dalam suatu keluarga yang memiliki orang tua lengkap sebagai pengasuh utama yang menyediakan berbagai sarana dan dukungan bagi perkembangan anak. Kematian orang tua merupakan salah satu kondisi utama yang yan.g memungkinkan anak pada akhirnya ditempatkan di luar keluarga aslinya salah satunya di panti asuhan. Namun demikian, bentuk pelembagaan dari pengasuhan anak ini tidak terlepas dari resiko terhadap perkembangan anak. Salah satunya yang banyak diangkatkan adalah dari segi kelekatan (attachment) anak dengan pengasuhnya yang menjadi dasar bagi perkembangan psikologis anak selanjutnya. Selain itu, pengalaman perpisahan anak dengan pengasuhnya serta tingkat kematangan anak dalammemahami perpisahan dengan pengasuh utamanya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi anak untuk dapat beradaptasi dengan penempatannya di panti pengasuhan ini.
Pemisahan anak dari lingkungan asuhnya dapat menimbulkan tekanan akibat perubahan
situasi hidup yang bersumber dari:
Pengalaman kehilangan figur dekat
Situasi baru dan atau tak dikenali
Tak dapat memperkirakan apa yang akan dihadapi selanjutnya
Perubahan kebiasaan
Terpisah dari “secure base
Reaksi anak bervariasi dari mulai depresi berat pada anak yang memiliki keterikatan yang
baik (secure attachment) dengan pengasuh awal, hingga tak ada reaksi, biasa saja, dari anak yang
secara emosi memang telah terabaikan atau memiliki keterikatan yang lemah. Reaksi awal anak
ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
Kondisi keterikatan emosional (attachment) dengan pengasuh awal
Kondisi pengasuh baru
Pengalaman terdahulu anak dengan separasi
Jumlah dan lamanya perpisahan terdahulu
Umur dan tingkat kematangan perkembangan anak (kognitif, emosi, sosial)

5.) Peran yang kurang jelas dari anggota keluarga.
Setiap keluarga menetapkan peran masing-masing anggotanya. Beberapa peran ini termasuk aktivitas; misalnya siapa yang akan membuang sampah keluar rumah, siapa yang mencatat keuangan, siapa yang memasak, atau siapa yang membawa anak-anak ke dokter gigi. Peran lain bersifat emosional; seperti beberapa anggota menjadi pemberi semangat, menjadi penghibur, pemecah masalah, atau penasihat masalah etika. Biasanya peran-peran dimulai perlahan-lahan di awal perkawinan tetapi kadang-kadang timbul konflik tentang siapa yang akan melakukan apa. Konflik ini akan meruncing jika masing-masing anggota memegang perannya secara kaku atau kalau ada kebingungan peran.
Ahli psikologi, Paul Vitz, akhir-akhir ini mengadakan penelitian ulang terhadap buku-buku pegangan yang digunakan di sekolah dasar. Pada hampir lima belas ribu halaman dari buku-buku yang ditelitinya tersebut tak satupun yang menyinggung tentang hal keagamaan dan gambaran tentang keluarga diberikan secara samar-samar. Salah satu dari buku pegangan itu mendefinisikan keluarga sebagai "sekelompok orang" dan di dalam buku-buku itu istilah "suami" atau "istri" tak pernah digunakan, istilah "perkawinan" hanya disinggung satu kali saja, istilah "ibu rumah tangga" tidak ditemukan, dan tidak disinggung satupun peran traditional gender (jenis kelamin) dalam keluarga secara jelas.
Keluarga memang sedang mengalami perubahan.

Model keluarga lama dimana perempuan menikah sekali untuk selamanya kepada seorang pria, kemudian bekerja sama dengan pasangannya membesarkan dua atau tiga anak-anaknya, merupakan gambaran keluarga yang semakin jarang dilihat dalam kebudayaan kita sekarang ini.
Lebih sering kita melihat keluarga dengan orangtua tunggal; ketidakstabilan perkawinan yang menjurus pada perceraian, pernikahan lagi (remarriage) dan pembentukan keluarga tiri; hubungan orangtua - anak yang terbalik dimana yang masih muda mengadopsi tingkah laku sebagai orangtua (memelihara, mendukung, atau merawat) dan orangtua berusaha menyenangkan anak-anaknya atau mencari persetujuan dari anaknya; koalisi orangtua - anak dimana masing-masing pasangan bersekutu dengan satu atau dua anak-anaknya untuk melawan pasangannya. atau hubungan orangtua - anak yang terlalu ikut campur sehingga orangtua terperangkap dalam aktivitas-aktivitas anak, urusan sekolah, dan gaya hidup anak. Jadi bukanlah hal yang mengherankan bila ada beberapa anggota keluarga, termasuk anak-anak, yang merasa bingung dengan peran yang harus dijalankannya dan tidak mampu berbuat apa-apa ketika krisis menciptakan tekanan, dan tak seorang pun tahu siapa yang seharusnya melakukan apa.

6.) Kurangnya kestabilan lingkungan.
Masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga kerap kali berasal dari luar rumah. Kita telah membahas tentang berbagai krisis, perubahan pandangan sosial tentang keluarga, dan tekanan pekerjaan yang membuat kekacauan di beberapa keluarga. Televisi telah merubah pola komunikasi dalam rumah tangga, karena menggantikan rasa kebersamaan, dan menyajikan banyak program yang memberikan gambaran negatif tentang keluarga. Selain itu ditambah dengan maraknya gerakan- gerakan, penggabungan perusahaan, kehilangan pekerjaan yang tidak diharapkan atau trend ekonomi yang membuat beberapa anggota keluarga terpaksa berada jauh dari keluarga mereka untuk bekerja. Hal lain yang menambah ketidakstabilan jika kedapatan adanya penyakit AIDS di anggota keluarga, keputusan dari satu anggota keluarga (seringkali adalah si ayah) untuk lari dan meninggalkan rumah, munculnya kekerasan dalam rumah tangga, penggunaan obat-obatan atau alkohol, atau adanya campur tangan keluarga mertua dan orang-orang lain yang dapat mengganggu kestabilan keluarga.

7.) masalah usi yang tidak seimbang
usia yang terlalu njomplang  bisa menyebabkan keretakan hal ini disebabkan karena perbedaaan kejiwaan dari masing masing suami maupun istri sebagai misal perbedaan usia terpaut 20 an tahun yang satu masih penuh ceria namun satunya penuh kedewasaan. yang satunya masih membawa  ke ABG an yang satunya sudah membawa sifat ketuaan // sopan santun unggah ungguh ….yang satunya masih senang boso ngoko yang satunya kromo inggilan terus…nah perbedaan perbedaan yang sangat mencolok ini secara tidak disadari akan terbawa selama berumah tangga sehingga akan sangat mungkin terjadinya keretakan dalam rumah tangga.

8.) Masalah perekonomian dari keluarga
yang satu dari keluarga pas pasan tapi yang satunya keluarga kaya raya dan semua trahnya anggota nya semua kaya semua. secara ekonomi memang iya bahwa yang ekonominya lemah akan terangkat dengan mendapat jodoh ekonomi tinggi, berbagai kemewahan hidup yang sebelumnya tidak diperoleh sekarang diperoleh nya dengan mudah. tapi ada hal lain yang tetap menjadikan masalah ketka harta menjadi acuan maka pasti akan ada hal yang dikorbankan yaitu harga diri. bagi keluarga tidak mampu yang tidak begitu peduli dengan harga diri maka ini tidak menjadikan masalah “menukarkannya dengan harta” namun bagi keluarga yang  nilai harga diri lebih tinggi dari harta ini yang nanti nya bikin masalah dalam rumah tangga. karena biasanya pihak yang kaya memliki egoisme tinggi dan kadang agak sombong dengan hartanya sehingga kemungkinan merendahkan kepada pasangan keluarga sangat mungkin terjadi … dan ini menjadi bom waktu bagi keluarga yang disiasiakan untk membebaskan diri dari belenggu ….

9.) kasus keluarga akibat bermain judi
Dulu ketika kejayaan masih menghampiri ayah saya, ayah saya tidak pernah memperhatikan keluarga, beliau lebih sering bermain (maaf) judi, mabuk dan main wanita. Sampai akhirnya kejayaan itu musnah, terus terang sebagai seorang anak saya merasa sangat benci kepada ayah, karena semasa hidupnya dia tidak pernah memperdulikan kami sebagai anaknya bahkan uang jajanpun tidak pernah ia hiraukan.
Ibu saya akhirnya mengalah untuk menjual rumah kami yang cukup besar untuk dapat memulai usaha berjualan dan memilih mambeli rumah yang sangat sangat sederhana. Namun seiring waktu bukannya ayah kami bekerja, dia hanya mengerjakan tiga hal yang sama sekali tidak berguna yaitu tidur, makan dan nonton tv hanya itu yang selalu beliau kerjakan.

10.) Anak bermasalah dari keluarga yang cukup baik.
"kalau kedua orang-tua sibuk dan tak pernah ada waktu, maka kebutuhan ketergantungan pada orang-tua tak terpenuhi. Anak- anak akan merasa tidak mempunyai pegangan hidup, cenderung depresi, tidak mampu mengatasi konflik-konflik batin, dan tidak siap memasuki kehidupan sosial dengan sesamanya. Kalau orang- tua tak pernah memperlakukan anak sebagai satu pribadi yang utuh, anak cenderung mengembangkan kepribadian dengan jiwa yang sakit (schizophrenia). Kalau orang-tua kasar dan kejam anak akan cenderung membawa rasa bersalah tanpa alasan, curiga, sulit mempercayai (paranoid), punya sikap negatif terhadap sesama, tak dapat menahan emosi dan tak dapat mengontrol tingkah-lakunya (compulsive). Kalau orang-tua memanjakan, anak akan cenderung mempunyai jiwa histeris. Kalau kedua orang-tua sering bertengkar, anak mempunyai jiwa yang terus cemas dan merasa tidak aman."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar